Toleransi Islam Atau Pluralisme Liberal?


Toleransi Islam Atau Pluralisme Liberal?

Oleh : Ihsan Al Rosyid

Pluralisme keagamaan merupakan fenomena alamiah yang terjadi di kehidupan. Di tengah-tengah keberagamaan yang beraneka ragam, menuntut setiap pemeluknya untuk mampu bersikap toleran atas segala macam konsep yang dikandung oleh ideology dan klaim kebenaran tersebut. Hal ini membentuk sebuah implikasi logis karena dari setiap ideology dan klaim kebenaran yang sudah diajarkan akan mengarahkan pemeluknya untuk meyakini terhadap setiap ajaran agama tersebut. Namun dalam pandangan liberalism, toleransi saja masih belum  cukup, perlu adanya usaha lebih yakn menanamkam paham pluralism agama sebagai sebuah solusi dalam hal kerukunan umat beragama.

Dari berbagai kamus, kata pluralism (tanpa agama), dapat diartikan sebagai pengakuan terhadapkeragaman kelompok, baik yang bercorak ras, agama, suku, aliran, maupun partai dengan tetap menjunjung tinggi aspek-aspek perbedaan yang sangat karakteristik diantara kelompok-kelompok tersebut. Dari pemaknaan pluralisme agama, dapat dipahami bahwa istilah ini mengandung doktrin yang memandang bahwa semua agama sama validnya dan kebenarannya, berarti menolak paham eksklusivisme (truth claim). 

Doktrin pluralisme agama yang memandang bahwa semua agama adalah sama, valid, dan otentiknya, tentunya berimplikasi kepada proses relativisasi dan reduksionisasi agama-agama. Dasar inilah yang dijadikan pijakan oleh pluralis liberal ketika diwacanakan dalam Islam. Islam mengakui adanya pluralitas suku, kultur dan agama sebagai sunnatullah (QS. Hud: 118-119). Namun Islam tidak mengakui pluralisme yang memandang bahwa semua agama sama. Hal itu disebabkan adanya perbedaan fundamental secara teologis yang tidak bisa ditawar.

Keberagaman manusia dalam beragama disebabkan oleh faktor sejarah dan lingkungan yang berevolusi dari fitrahnya (agama Islam). Walaupun secara kawniyah (ontologis) keberagaman agama tersebut berasal dari Allah, bukan berarti keberagaman agamaagama selain Islam itu bisa dibenarkan, karena- sebagaimana penjelasan Ibnu Taymiyah- kehendak Allah mencakup kepada; Iradah kawniyah, yaitu kehendak ontologis dalam setiap eksistensi kehidupan sebagai keseimbangan; ada baik dan buruk, cahaya dan gelap, laki-laki dan perempuan, dan lain sebagainya. Dan irâdah dîniyah, sebagai legislator antara yang haqq dan yang bâthil.

Dari uraian pandangan Islam terhadap pluralitas, hakikat manusia serta konsep toleransi Islam yang tertuang dalam nash dan sejarah peradaban Islam, apabila dibandingkan dengan pluralisme agama terdapat perbedaan: pertama, jika pluralisme agama memandang bahwa agama-agama pada hakikatnya sama, dan melihat keberagaman agama hanya terjadi pada level manifestasi secara eksternal dan itu tidak hakiki atau genuine, Islam melihat pluralitas agama sebagai hakikat ontologis (sunnatullah) yang secara hakiki berbeda.

 Kedua, perbedaan cara pandang ini membawa perbedaan solusi dalam toleransi; pluralisme agama memberikan solusi epistemologis teologis dengan pandangan bahwa semua agama sama benarnya, sedangkan Islam menawarkan solusi praktis sosiologis dengan tetap berpegang bahwa Islam adalah satu-satunya kebenaran. 

Ketiga, wacana toleransi yang ditawarkan pluralisme didasarkan dari hasil konsepsi Barat terhadap agama-agama yang menjadikan manusia sebagai tolak ukur yang terkandung di dalamnya relativisme, sedangkan toleransi Islam didasarkan dari konsepsi faruddûhû ilâ Allah wa rasûlihi…dalam artian wahyu sebagai tolak ukur.

 Keempat, dalam melihat pluralitas agama; pluralisme tidak dapat mengapresiasi perbedaan-perbedaan fundamental dalam agama-agama karena dari sudut pandangnya agama pada hakikatnya sama, sedangkan toleransi Islam dapat mengapresiasi perbedaan-perbedaan fundamental dalam agama tanpa merekonstruksi basis teologis masing-masing agama. 

Kelima, pluralisme-disadari atau tidakmembawa pemahaman yang reduktif dan simplifikatif dengan meredefinisi ajaran teologis masing-masing agama, sedangkan Islam menamakan sesuatu dengan namanya tanpa reduksi atau simplifikasi dengan definisi baru (lakum dînukum wa liya dîn).

 Keenam, secara fakta toleransi Islam telah menunjukkan hasil, yang ketika Islam berkuasa kehidupan antar agama dapat terakomodir dengan damai, sementara pluralisme agama belum ada secara fakta, alih-alih menghadirkan sikap toleran, justru malah menghadirkan problem yang dilematis pada agama-agama.

BIOGRAFI PENULIS :
Ihsan Al Rosyid
Perkenalkan nama saya Ihsan Al Rosyid dari UIN Raden Mas Said Surakarta, Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam.
"Imajinasi anda adalah wahana dari atraksi kehidupan anda dimasa mendatang"



0 Response to "Toleransi Islam Atau Pluralisme Liberal?"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel