Memahami Akulturasi Budaya Jawa dengan Islam
Memahami Akulturasi Budaya Jawa dengan Islam
Oleh: Jihan Hafiz Ardiansyah
Islam masuk ke nusantara di bawa oleh para pedagang. Banyak versi yang menyebutkan islam sudah masuk ke indonesia dari abad ke 7 dibawa oleh pedagang arab. Ada juga versi lain yang menyebutkan islam masuk ke nusantara pada abad 12-13 dibawa oleh pedagang gujarat dan persia. Setelah islam masuk ke nusantara begitu berkembang pesat khususnya di pulau Jawa. Sejak dulu pulau Jawa di kuasai oleh kerajaan beragama Hindu seperti, halnya Majapahit, dan masih banyak lagi. Namun, seiring islam masuk dan berkembang begitu pesat alih-alih membuat kerajaan Hindu runtuh dan diganti dengan kerajaan Islam. Islam banyak di syiarkan oleh para wali-wali allah Swt. Dijawa terkenal dengan nama Walisongo yaitu tokoh penyebar agama islam di tanah jawa.
Pulau jawa sejak dulu terkenal dengan budaya turun temurun yang sulit di hilangkan. Inilah yang membuat para wali terus berupaya agar budaya yang dulu salah dan melawan tauhid lalu di luruskan tetapi tidak dihilangkan hanya di ganti dengan kalimat-kalimat tauhid dan al-qur’an oleh para wali. Misalnya Tahlil/Tahlilan, sebuah acara dengan membaca kalimat-kalimat tauhid dengan di sajikan makanan di depan para orang-orang. Sebelum adanya para wali, tahlil dulu di salah gunakan karena bertentangan dengan akidah Allah swt. Lalu para wali mengganti dengan kalimat- kalimat tauhid. Tahlilan di jawa khususnya jawa tengah biasanya di lakukan rutin pada malam jum' at atau pada acara- acara tertentu misalnya Slametan karena suatu hal, ada orang meninggal dunia yaitu mengadakan tahlilan dari 7 hari, 40 hari, 100 hari, sampai dengan 1000 hari.
Ada juga budaya lain seperti Sekaten adalah acara memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad Saw. Yang di lakukan oleh Keraton Yogyakarta dan Surakarta. Bahkan masyarakat di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah ada sebuah tradisi yang turun temurun di lakukan yaitu saat hari raya Idul Adha biasanya kebanyakan orang jawa menyembelih hewan kurban Kerbau. Namun di kudus sendiri mereka tidak menyembelih Kerbau dikarenakan dahulu Kanjeng Sunan Kudus mengajarkan toleransi antar umat islam dan hindu karena Hewan Kerbau dipercaya orang Hindu adalah hewan suci sehingga Sunan Kudus menggantinya dengan Sapi dan tradisi tersebut sudah berjalan Ratusan tahun hingga sekarang.
Tidak hanya sebuah budaya atau tradisi namun juga sebuah seni misalnya Masjid Menara Kudus. Masjid yang terletak di jantung kota kudus adalah perpaduan antara hindu dan islam. Para wali melakukan percampuran antara budaya islam dengan jawa sesungguhnya karena tujuan mereka ingin meluruskan tauhid dan kebiasaan agar tidak jauh dari akidah Allah swt. Akulturasi juga menjadikan Toleransi antar budaya agar, saling menghargai walaupun berbeda agama. Jasa-jasa para wali yang besar dapat di rasakan hingga sekarang. Setelah wafat mereka dapat menghidupi warga sekitar karena makam beliau yaitu Walisongo tidak pernah sepi pengunjung. Mereka sudah wafat saja dapat menafkahi kebutuhan orang sekitar apa lagi saat hidup.
Apa yang di lakukan oleh para wali sesungguhnya untuk menyatukan dan memberi ajaran islam tanpa dengan paksaan, karena budaya yang mereka sudah lakukan sebelum islam datang ke nusantara sudah sangat melekat. Cara-cara dakwah yang halus dan mampu meresap ke jiwa yang di lakukan oleh para wali Allah Swt. Seharusnya dapat menjadi contoh para penyebar agama islam apalagi di era modern seperti sekarang yang mana dakwah-dakwahnya tidak memaksa dan menyakiti satu sama lain.
BIOGRAFI PENULIS :
Nama : Jihan Hafiz Ardiansyah
Alamat : Desa Pegiringan, Kec.Bantarbolang Kab. Pemalang
Status : Mahasiswa UIN Raden Mas Said
Email : munadikhomsatun@gmial.com
Sangat bermanfaat
ReplyDelete